February 22, 2012

Sedekah Bedusun Dilakukan Kembali tahun 2010


    Sedekah berdusun adalah sedekah yang dilakuakan setahun sekali. Kegiatan ini menggambarkan sebagai bentuk pengucapan rasa terimakasih kepada Tuhan sekali gus sebagai do’a supaya masyarakat Dusun/ Desa tersebut terhindar dari berbagai balak dan bencana. Kegiatan ini juga menyimbolkan adat tahunan  yang biasanya dilakuakan setahun sekali sebagai bentuk adat warisan dari nenek moyang desa tersebut.

    Di Desa Sialingan Sedekah Berdusun sudah lama tidak dilakukan, terakhir sekali dilakukan sekitar tahun 1957, kemudian dilakukan kembali pada tahun 2010. Waktu tersebut menunjukkan rentang yang sangat lama. Beberapa dari  pendapat masyarakat menjelaskan bahwa yang menyebabkan Sedekah Berdusun sudah lama tidak dilakukan adalah karena menganggap sedekah berdusun sebagai bentuk kesyirikan kepada Tuhan. Hal ini ditandai dengan adanya prosesi penyambatan kemenyan dan persembahan kepala Binatang – sapi atau kerbau- kepada roh halus penunggu Desa tersebut. Namun, setelah berkembangnya pemikiran, maka ditemukannya cara supaya bentuk ritual tersebut tidak lagi terkesan syirik dengan cara tidak lagi melakukan prosesi penyambatan kemenyan dan menggantinya dengan membaca ayat-ayat Al-Quran dan do’a-doa yang terkesan islami. Ini menandakan rutinitas prosesi sedekah bedusun di Desa Sialingan akan dilakukan kembali sebagai adat tahunan.

Berikut adalah foto-foto acara Sedekah Berdusun yang dilaksanakan pada tahun 2010.










Bidadari Mandi di Gejah Mati desa Sialingan

   
    Dahulu masyarakat Sialingan percaya bahwa pelangi merupakan selendang Bidadari yang sedang mandi ke bumi. Konon mandinya di Gejah Mati atau sebelah utara kampung dua Sialingan. Kepercayaan ini sempat bertahan lama bahkan puluhan  tahun, sampai asimilasi pendidikan menyatakan  bahwa pelangi bukanlah selendang bidadari, melainkan fenomena alam biasa yang disebabkan oleh titik-tititk hujan yang terkena sinar matahari.

    Kepercayaan inipun runtuh, namun Legenda bidadari terus ada dalam sejarah. Seperti cerita Si Pahit Lidah yang mengutuk bidadari yang sedang mandi. Bidadari tersebut sangat sombong kepada Si Pahit Lidah, sampai ia berkata”Bidadari itu sombong seperti batu,” dan kahirnya bidadari pun menjadi batu. Namun, cerita ini ini belum dapat dipastikan oleh masyarakat Sialingan, kareana penyampaiannya hanya dari mulut ke mulut.

    Menurut pengakuan Sobri—ketua adat  Sialingan—menyatakan bahwa bidadari itu tak dapat dilihat karena  hanya berbentuk bayangan yang berwarna-warni. Dan menurutnya, ia sendiri pernah terkena warna itu, perasaannya melayang-layang dan sedikit dihantui rasa takut, seperti perasaan mau mati. Namun, setelah beberapa saat bayangan warna tersebut hilang dan perasaannya normal kembali. Menurutnya itulah bidadari yang turun mandi, namun kita tidak dapat melihatnya secara kasat mata.

    Dalam situs wikipedia dijelaskan bahwa bidadari itu merupakan makhluk kepercayaan Hindu. Ia bertugas untuk menyampaikan pesan dari kayangan  kepada manusia dan juga untuk menguji para petapa (orang-orang yang bertapa) untuk menentukan kekuatan para petapa tahan uji atau tidak.  Dengan ini bidadari bisa disebut juga makhluk kepercayaan hindu pada zaman persebaran agama hindu masuk ke Indonesia.

    Dalala Al-Qur’an dijelaskan bahwa bidadari merupakan makhluk surga yang cantik jelita. Disebutkan juga belum pernah ada yang melihat ataupun menyentuhnya baik itu dari golongan manusia maupun dari golongan jin. Oleh karena itu sebatas ini pembahasan keberadaan bidadari yang turun ke bumi masih rancu, tergantung kepercayaan, adat, dan agama masing-masing.

    Apakah benar itu bidadari-atau hanya kepercayaan atau juga ada jenis makhluk lain yang belum terlalu dikenal oleh manusia secara pasti.Sebatas ini mengenai keberadaan bidadari masih berupa legenda dan perlu data dan penjelasan yang lebih akurat. 

February 05, 2012

Hujan Salju di Sialingan

    Hujan salju di Indonesia sangat jarang terjadi apalagi di dataran sedang. Pernah hujan salju terjadi di daerah pegunungan. Hal ini memang wajar, karena daerah pegunungan udaranya dingin dan memang terkadang berpotesial untuk turun salju.



    Di Sialingan, menurut saksi mata bercerita, memang telah terjadi hujan salju, katanya “sekitar tahun 1986, saat aku melahirkan anakku yang kedua.  Pada saat itu tampak bongkahan es yang berjatuhan sebesar pergelangan tangan.” Cerita ini hapir sulit dipercaya, karena di daerah dataran sedang  Indonesia, sangat sulit  turun salju, namun saksi mata menjelaskan bahwa dia memang pernah melihatnya secara langsung dan keberlangsungannya terjadi khususnya di Desa Sialingan. Petua Sialingan-- Tua Oden--, pada saat  itu berkata “ kalu ade ujan salju biasana bumi mpai nak rame/ Kalau terjadi hujan salju, maka prediksi menjelaskan bahwa dunia akan semakin rame dan semakin maju).
(Wawancara dengan Munia bin Sobri/ Warga Desa Sialingan pada tahun 2012).

    Setelah itu terjadi lagi hujan salju, namun tidak sampai ke tengah desa. Hanya di daerah tanah rambang atau tepatnya kurang lebih 3 kilometer di arah Barat Daya Sialingan. Kejadian ini terjadi sekitar tahun 2003, saat saksi mata sedang berada di ladangnya. Tampak bongkahan es, yang berjatuhan sebesar ibu jari, kemudian mencair dan hilang. Hujan ini tidak berlangsung terlalu lama, namun menandakan bahwa Hujan salju memang benar-benar ada meskipun tidak di daerah pegunungan.

    Dari cerita saksi mata di atas menjeaskan bahwa di Sialingan memang telah terjadi hujan salju, penyebab berita ini menjadi kabur adalah karena penyampaiannya hanya dari mulut ke mulut. Sehingga perolehan data menjadi rancu dan tidak akurat. Namun, setelah bebearapa orang saksi menegaskan, maka didapati kesamaan cerita yang sama-dan peristiwa yang sama. Oleh karena tu mengenai hujan salju di Silingan, boleh dipercaya karena sumber datapun telah kuat memberikan penjelasan.